Sweeping jaringan Al Qaida dan Jamaah Islamiyah di seluruh penjuru dunia kemudian menjadi proyek pengahancuran oleh intelejen Amerika. Di Indonesia, Jamaah Islamiyah (JI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) tak luput dari incaran AS dalam ‘perang’ melawan terorisme. Fakta berbagai bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia seperti Bom Bali I dan II, Bom Kuningan, dsb, mengisyaratkan adanya benang merah kepada dua gerakan Islam di atas. Menyikapi hal ini, para tokoh muslim sendiri sibuk mengkalrifikasi dan menuding gerakan purifikasi Islam menjadi biang konfrontasi fisik Barat-Islam ini.
Tudingan yang samapun pernah dialamatkan kepada Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah(LJAW). Gerakan yang dibentuk oleh ulama Salafi (Neo-Wahabi) ini menurut Ja’far Umar Tholib, dibentuk sebagai sukarelawan kemanusiaan untuk umat muslim di Ambon yang sedang konflik dengan gerakan Kristen fundamentalis. (Hartono dkk, 2002 :126). Akan teta[I belakangan, keberadaan laskar jihad ini disinyalir bukan memberikan kontribusi positif atas konflik agama malah menjadi fihak yang memperkeruh konflik antara agama. Dampak negative ini tidak saja terjadi di ambon dan di poso tetapi juga.di daerah lain di Jawa yang sama sekali tidak ada keterkaitan sosiologis-historis dengan konflik ini. Pengrusakan beberapa gereja di Yogjakarta pada bulan Pebruari 2002 oleh massa yang menggunakan atribut keagamaan adalah politisdasi isu “konflik agama” yang dihembuskan oleh gerakan fundamentalis. (Hartono dkk, 2002 :124).
Fundamentalisme memang bukan hal yang baru dalam sejarah Islam, dan fenomena ini akan selalu mengiringi peradaban Islam dengan aktor dan warna gerakan yang beragam. Haedeh Mohissi (2005) dengan cukup hati-hati mencoba memetakan gerakan fundamentalis (kelompok Islamis) kedalam tiga kategori yang berbeda. Yang pertama, adalah kelompok dan indifidu yang apolitis yang meliputi para ulama, para hakim, dan para pegikut biasa yang aktifitas mereka pada seminar-seminar, masjid-masjid, dan institusi religius lainnya. Moghissi menambahkan bahwa :
Perhatian utama kelompok ini bersifat religius….mayoritas ulama di Iran dan Irak secara Historis masuk dalam katagori ini. Mereka juga disebut sebagai ‘kelompok diam(Mereka juga disebut sebagai ‘kelompok diam(quietists. Seperti yang dikemukakan oleh sarjanawan Iran, Homa Nateq(1984), banyak ulama syi’ah terkemukaIran yang berdomisili di Najaf, Irak dan mereka lebih pandai menulis dalm bahasa Arab daripada Bahasa Persia. Pada periode kotemporer Kita mendapat contoh ulama’-ulama syi’ahseperti yang mulia Ayatullah Abu qasim Khu’i dan Haj Agha Rahim arbab yang tidak pernah melibatkan dirinya dalam ranah politik.(Haedeh Moghissi : 91,2005)
Yang Kedua, kelompok reformis liberal Islam. Kelompok Islamis ini berusaha mengubah masyarakat mereka menurut ajaran Islam dan sekaligus menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman modern. Contoh utamanya, lanjut Moghissi, adalah Muhammad Abduh teolog dan sarjanawan Islam terkemuka. Kelompok ini kemudian identik dengan modernisme Islam, dan di Indonesia gerakan ini manifest dengan terbentuknya SI, Muhammadiyah dan sebagainya.
Yang ketiga adalah kelompok Islam religius politis. Selain gerakan Wahhabi di Arab Saudi, semua gerakan fundamentalis yang sempat terekam oleh Moghissi adalah merupakan gerakan-gerakan kontemporer yang hampir tidak memiliki preseden sebelumnya di dunia Islam. Yang termasuk dalam gerakan ini adalah Ihwanul Muslmin di Mesir, Jamaat Islam di India dan Pakistan, Hamas, Taliban dsb.
Ketiga karekteristik diatas meskipun memiliki perbedaan ideologis, politik dan cultural, akan tetapi persamaan corak pan pandangannya tentang dunia dan agamanya menjadikan ketiga warna gerakan Islamis ini sebagai sebuah gerakan fundamentalisme.(Haedeh Moghishi, 2005 :92)
Gerakan ‘fundamentalis’ yang kebanyaan lahir di kawasan timur tengah tersebut kemudian banyak tersebar ke Negara-negara muslim di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Ihwanul Muslimin misalnya, yang kemudian di Indonesia lebih dikenal dengan nama gerakan tarbiah merupakan garakan yang cukup kuat dalam peta Islam-politik dengan keberadaan PKS-nya. Demikian juga dengan Hizbut Tahrir yang telah mengukuhkan dirinya sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah.
Sebagaimana diketahui gerakan fundamentalisme selalu memunculkan hawa permusuhan dengan the others dan Islam Tradisi. Bangunan keatrifan local yang pandangan yang esensi tentang keberagamaan Islam yang menjadi warna Islam popular di Indonesia, khususnya Jawa seakan terus dihadapkan dengan gerakan-gerakan fundamentalis yang berlalu lalang di negeri ini. Kajian sosiologis dan antropogis akan coba dilakukan dalam penelitian ini agar ada kritik metedologis kepada gerakan purifikasi Islam di pelosok daerah Di Malang di satu sisi, dan mencoba melakukan kajian untuk me-revitalisasi kearifan masyarakat lokal di sisi lain.
0 komentar:
Posting Komentar