Semenjak terorbitkan lewat jaringan internet YouTube hingga disiarkan dilayar televisi di berbagai acara atau berita, Briptu Norman menggugah kekaguman Rakyat Indonesia. Muncullah pertanyaan apa yang membuat masyarakat berdecak kagum melihat tampilan video Briptu Norman?
Jawaban pertanyaan itu pastinya setiap insan sadar akan mampu menjawab dan tersimpan sejuta jawaban. Di antara jawaban itu yang paling mengemuka tentunya melihat dari sisi seni Briptu Norman dengan gaya/gerakan badannya yang berusaha meniru tarian aktor India Sahrukh Khan, belum lagi suara berat yang dimiliki Briptu Norman memang merupakan ciri khas suara yang banyak didambakan vokalis tanah air kita. Dari sisi percaya diri Briptu Norman pada tayangan video lagunya ”Chayya-Chayya” nampak mengalir tanpa beban dan sangat enjoy walaupun dengan seragam Polri dan dalam keadaan bertugas (piket). Kedua alasan inilah yang mengkombinasikan dua sisi tampilan, sisi awal Briptu Norman adalah polisi yang dalam kepala kita tergambar seorang yang berbadan kekar dan memegang senjata namun di sisi lainnya Briptu Norman adalah manusia biasa yang dalam keadaan normal punya ekspresi tersendiri. Jika Briptu Norman dalam beraktivitas sebagai anggota Polri maka aktivitas itu berkaitan dengan pelayanan, perlindungan, dan pengayom masyarakat dengan latar belakang tanggung jawab sebagai aparat penegak hukum. Ketika Briptu Norman tampil dengan sosok yang sementara menari dan bernyanyi layaknya penyanyi India dalam keadaan bertugas (piket) dengan seragam Polri-nya, maka orang ramai-ramai mengatakan dia (Norman) juga manusia biasa yang butuh hiburan dan mungkin saja menghibur secara positif.
Pada awalnya Kasat Brimob Gorontalo hanya memberikan sanksi teguran kepada Briptu Norman dengan dalil bahwa Briptu Norman di video yang beredar saat ini terlihat sementara piket tapi tidak mengenakan seragam baretnya, bukan dikarenakan nyanyian atau tariannya. Beberapa hari kemudian Kapolri mengundang Briptu Norman untuk silaturahmi langsung dan hasilnya Kapolri merestui Briptu Norman untuk tampil di publik sekaitan dengan videonya yang beredar dan Briptu Norman sementara melakukan persiapan rekaman lagu/tarian. Fakta ini menunjukkan bahwa kesalahan Briptu Norman (dalam video Chayya-Chayya-nya) bukan terletak pada kondisi ia menyanyi dan menari pada saat piket tapi Norman khilaf melepaskan baret saat piket.
Dari rentetan cerita ini juga dimulai oleh kekhawatiran Norman sendiri beserta keluarganya akan sanksi berat yang akan diterima, namun kekhawatiran itu tidak terjadi. Justru yang terjadi adalah Briptu Norman sementara diusulkan untuk menjadi duta polisi.
Cerita di atas menuai kesimpulan bahwa Briptu Norman menjadi gambaran wajah polisi Indonesia yang selama ini mengalami kritikan. Di antaranya oknum polisi yang korup, oknum yang kasar, oknum yang diduga pelanggar HAM. Artinya ketika Polri mengalami keterpurukan trust di mata rakyat, Norman muncul dengan wajah yang ceria, tarian yang semarak, suara yang merdu, gerakan yang lucu, kesemuanya menggambarkan Polri sangat dekat dengan rakyat dengan fakta bahwa mayoritas masyarakat kita senang dengan suara, tarian Briptu Norman dalam video Chayya-Chayya.
Masyarakatpun ada yang geram andai kata Briptu Norman diberikan sanksi yang berat sekaitan dengan tayangan video tersebut, dan ini adalah sejarah keberpihakan rakyat terhadap sosok polisi, percaya bahwa Briptu Norman tulus tanpa ada maksud lain membuat video tersebut di atas selain hanya ingin mengekspresikan jiwa seninya.
Mungkin ini juga yang melandasi pemikiran Polri sehingga turut menilai bahwa tindakan Briptu Norman dalam video tersebut membuahkan penilaian masyarakat bahwa polisi dekat dengan masyarakat, didasarkan pada kenyataan polisi (Briptu Norman) suka menyanyi/menari, suka nonton film India (film yang mayoritas ditonton masyarakat menengah ke bawah). Memang, Briptu Norman telah melakukan gebrakan memulihkan kepercayaan publik kepada polisi Indonesia dalam waktu sekejap dengan biaya yang sangat murah.
Jika demikian, sudah pulihkah kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia kepada polisi Indonesia bertahan berapa lama gebrakan Briptu Norman mempertahankan kepercayaan publik, jika di satu sisi oknum polisi buruk juga ikut berkarya, apa mesti masing-masing polisi membuat video lagu/tarian untuk merebut trust ? apakah tanpa menggali kualitas kinerja, polisi dengan ”modus” lain dapat merebut kepercayaan publik, kepercayaan mana yang seharusnya lahir karena kualitas kerja lingkup kepolisian sebagai aparat penegak hukum bukan pekerja seni? Jawabnya hanya satu, bukan hanya pundak Briptu Norman tempat bersandarnya citra Polri.
Maaf seribu maaf, hanya kita juga tidaklah larut dalam euforia ”video chayya-chayya” versi Norman, sehingga kita mengindentikkan Norman adalah ”Polisi India”. Kasus kekerasan hingga pembunuhan yang terjadi di Kota Makassar-Provinsi Sulsel, kasus korupsi yang merugikan keuangan negara (memiskinkan rakyat) hingga puluhan triliun rupiah, kasus money loundry, kasus illegal logging, kasus illegal fishing, upaya pengeboman di mana-mana, mafia kasus/hukum/peradilan yang menyebar hingga di tubuh penyelenggara hukum itu sendiri.
Briptu Norman adalah sosok polisi yang baik (merasa memiliki Polri) dan saat ini menjadi salah satu garda depan dalam opini positif Polri, akan tetapi juga bisa rusak akibat ulah oknum polisi buruk (yang merasa jadi polisi tapi tidak merasa memiliki Polri). Artinya banyak polisi selain memikirkan nasibnya sebagai anggota polisi juga menjaga setiap perkataan/tindakan dalam bertugas demi citra institusi Polri. Inilah polisi yang merasa memiliki Polri. Tapi ada juga oknum polisi yang setelah lahir jadi polisi maka yang ia pikirkan adalah kebanggaan (melo iyaseng) dan pendapatan, padahal sesungguhnya pondasi dan rangka bangunan institusi Polri adalah UU Kepolisian dan fungsi bangunan beserta perabotnya akan terlihat pada tuan rumahnya dalam menjalankan fungsi tersebut.
Olehnya itu, tanggung jawab akan citra Polri bukan hanya pekerjaan polisi tapi tanggung jawab itu adalah milik bersama dikarenakan ketertiban dan keamanan adalah bagian dari kewajiban polisi dan merupakan kebutuhan rakyat. Bersama Rakyat, ciptakan polisi Indonesia bukan ”Polisi India”.
0 komentar:
Posting Komentar